Kura-kura leher ular rote (Chelodina mccordi) (Foto: Maslim As-singkily/WCS-IP)
WCS menyampaikan selamat kepada Nusa Tenggara Timur yang telah menetapkan KEE Rote dalam upaya melindungi habitat kura-kura leher ular rote
(Bogor – 11 Juli 2019) – WCS Indonesia menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Pemerintah Nusa Tenggara Timur yang telah menetapkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Lahan Basah sebagai habitat kura-kura leher ular rote (Chelodina mccordi) di Kabupaten Rote Ndao pada 18 Juni 2019 yang lalu.
Direktur WCS Indonesia, Noviar Andayani sangat menyambut baik penerbitan SK Gubernur tentang KEE di Kabupaten Rote Ndao.
Noviar mengatakan, ”Penerbitan SK tersebut merefleksikan komitmen dan keseriusan pemda untuk melindungi kura-kura leher ular rote yang saat ini tidak dapat ditemukan lagi di berbagai ekosistem perairan Pulau Rote, yang menjadi habitat alami satwa endemik dan ikonik pulau itu”.
Sebagai habitat terakhir yang masih layak, penetapan ketiga danau (Peto, Lendoen dan Ledulu) sebagai KEE merupakan upaya yang sangat baik yang dilakukan oleh Pemerintah Nusa Tenggara Timur dalam melindungi habitat terakhir kura-kura rote.
“Kami juga menyampaikan penghargaan yg tinggi kepada BBKSDA NTT, Balitbang LHK Kupang dan Dinas Lingkungan Hidup NTT atas semua upaya yang telah dilakukan untuk memulihkan populasi satwa itu di alam”.
“Sebagai mitra, WCS IP siap mendukung BBKSDA dan Pemda NTT membawa pulang kura-kura leher ular rote dari berbagai lembaga ek-situ di luar negeri untuk menjadi populasi tangkar yg siap direintroduksi ke Pulau Rote. Kami berharap komitmen ini didukung semua pihak, terutama masyarakat sekitar habitat kura-kura leher ular yang menjadi pemangku terpenting dalam upaya pemulihan satwa itu di alam. Kami percaya melindungi kura-kura leher ular rote dan habitatnya berarti melestarikan sumber air yg sangat vital bagi kehidupan masyarakat Rote Ndao”
Sementara itu, Direktur Jendral KSDAE KLHK, Wiratno menyampaikan bahwa pengelolaan Kawasan Ekosistem Esesnsial harus dilakukan bersama pemda dan masyarakat dengan mempertimbangkan nilai-nilai adat dan budaya.
“Pengelolaan KEE juga harus memberikan manfaat ekonomi, terutama kepada masyarakat” jelas Wiratno.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT, Ferdy J. Kapitan, menyatakan bahwa penetapan KEE ini merupakan wujud dari komitmen pemda untuk menjaga dan melestarikan kekayaan alam yang dianugerahkan Tuhan dan diharapkan akan memberi dampak pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan ekosistem hewan langka ini sebagai salah satu destinasi wisata baru di NTT.
Sebagai penjabaran lebih lanjut dari Keputusan Gubernur tersebut, pengelolaan KEE akan dilaksanakan secara intensif berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Kabupaten Rote Ndao, Perguruan Tinggi, masyarakat setempat, WCS dan instansi terkait lainnya.
“Bagi kami, menjaga dan melestarikan kura-kura leher ular rote yang merupakan spesies endemik ini tidak hanya sebuah kewajiban atau keharusan, tetapi menjadi suatu kebutuhan yang akan terus berlangsung dari generasi ke generasi, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat” Jelasnya.
Sementara itu, Kepala BBKSDA NTT, Timbul Batubara menyampaikan bahwa kura-kura leher ular rote merupakan satwa endemik rote yang keberadaanya kini sudah sulit di alam. Spesies ini telah dilindungi sejak tahun 2018 berdasarkan Permen LHK No 106.
”Penerbitan SK Gubernur nomor 204 tahun 2019 merupakan hal yang luar biasa. Kami sangat berterimakasih. Ini merupakan jembatan dalam pengelolaan habitat kura-kura leher ular rote yang harus dilakukan secara terintegrasi antara berbagai pemangku kepentingan. Dengan adanya SK ini, semua pihak harus bekerja bersama-sama demi kelestarian kura-kura leher ular rote” jelas Kepala BBBKSDA NTT, Timbul Batubara.
Menurut Timbul, BBKSDA dan Balitbang LHK Kupang didukung oleh WCS Indonesia dan Wildlife Reserves Singapore (WRS) telah mulai menginisiasi program reintroduksi kura-kura leher ular rote sejak 2016, sebagai bagian dari upaya pengembalian populasi satwa dari kepunahan lokal.
WRS telah berkontribusi untuk meningkatkan populasi kura-kura leher ular rote melalui program pembiakan agar dapat direpatriasi dan diintroduksi kembali ke Pulau Rote. Kura-kura leher rote juga menjadi salah satu bagian dari koleksi Singapore Zoo pada bagian RepTopia sebagai bagian dari penyadartahuan spesies ini terhadap publik.
“WRS berkomitmen penuh dalam mendukung konservasi kura-kura leher ular rote dan siap untuk melakukan pendampingan dalam pengelolaan fasilitas koloni asuransi yang kini dimiliki oleh BBKSDA NTT. Hal ini merupakan contoh nyata dari One-Plan Approach to Conservation, di mana seluruh pihak berkolaborasi dengan tujuan besar untuk memastikan masa depan kura-kura unik ini di rumah aslinya di Pulau Rote,” ujar Dr. Sonja Luz, Director, Conservation & Research, and Veterinary Services, WRS.
Penetapan KEE ini merupakan awal dan batu loncatan bagi upaya pemulihan kembali populasi kura-kura rote di alam. Masih diperlukan upaya-upaya kongkrit dan berkesinambungan untuk dapat mencapai ini. Komitmen pemerintah daerah dan berbagai stakeholder menunjukan masa depan yang baru bagi kura-kura endemik rote ini.
TENTANG KAWASAN EKOSISTEM ESENSIAL
Kawasan Ekosistem Esensial yang disingkat KEE adalah ekosistem di luar Kawasan Suaka Alam dan/ atau Kawasan Pelestarian Alam yang mempunyai nilai penting yang secara ekologis menunjang kelangsungan kehidupan melalui upaya konservasi keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia yang ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi.
INFORMASI MENGENAI KURA-KURA LEHER ULAR ROTE
Kura-kura leher ular Rote (Chelodina mccordi) adalah salah satu dari 32 spesies kura-kura di Indonesia dan masuk ke dalam daftar 25 kura-kura paling langka di dunia (Turtle Conservation Coalition, 2018). IUCN sejak tahun 2018 telah menetapkan populasi Chelodina mccordi di Pulau Rote dengan status sangat terancam punah-kemungkinan punah di alam (CR-PEW).
Danau Lendoen sebagai salah satu danau yang menjadi bagian dari Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Pulau Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Foto: WCS-IP.