Depok, 19 December 2018 – The University of Indonesia and Wildlife Conservation Society Indonesia (WCS Indonesia) with the support from the British Embassy and the Ministry of Environment and Forestry will host a national seminar entitled “Enabling Time Critical and Policy-Driven Wildlife Genetics Studies” on Wednesday, December 19, 2018 at The Margo Hotel, Depok. The seminar is designed to provide fresh thinking in how the latest advances in genetics research can be used to assess the conservation status of highly threatened species, such as Sumatran elephants, support law enforcement agencies in combatting wildlife crime and much more. A range of national and international experts will deliver keynote speeches to over 150 participants.
“Tackling the multi-million dollar Illegal Wildlife Trade in Indonesia requires a multi-faceted response. This includes using new tools and approaches - wildlife forensics and DNA-based techniques,” said Dr Abdul Haris, Dean of the Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Indonesia. “DNA can be obtained from a variety of sources including hair, feaces, urine, feathers, shed skin and saliva. Samples can be taken from seizures of trafficked wildlife or from animals in the wild.”
In Indonesia, wildlife genetics has recently been used to:
- identify species from confiscated wildlife body parts, such as bear bile, canines, claws, elephant ivory, seahorses, tiger bones, canines and claws, detected in Soekarno-Hatta International Airport;
- calculate the population size of Sumatran elephants in Way Kambas National Park revealing that this small protected area contained 10-17% of the entire island-wide population and the threat posed by poaching of males on population structure; and,
- confirm the locations of the last remaining Sumatran rhinos in Bukit Barisan Selatan National Park.
The techniques for using DNA-based analysis are important for protecting Indonesia’s rich and unique wildlife. For example, it can significantly contribute towards accurate and data-driven settings of quotas for the sustainable use of wildlife in Indonesia (under Government Regulation No. 8 Year 1999 on the Species Utilization). The techniques are critical for improving law enforcement efforts against wildlife crimes by providing additional evidences to prosecute IWT actors and help government agencies to better understand where losses are occurring, especially for transnational wildlife trafficking.
DNA analysis also makes it easier for law enforcement officials to trace the origin of animals that have been traded. Recent advances in wildlife genetics have been able to trace back confiscated wildlife to their source populations, such as linking back African elephant ivory seizures in Singapore and Hong Kong to forest populations in Gabon and Congo-Brazzaville. Indeed, an MoEF and the Attorney General’s Office Taskforce, with WCS support, has being conducting assessments of confiscated wildlife stockpiles across Sumatra. If this evidence has already been used in court, then the Taskforce is destroying it. However, as they now focus their attention on conducting these assessments in Kalimantan, Java, and other islands, it will be critical to ensure that the genetic information from these stockpiles is analysed and documented before being destroyed.
The Wildlife Conservation Society Indonesia Country Director, Dr Noviar Andayani said, “Research on biodiversity conservation is limited and treated as a lower priority in molecular biology institutions. This seminar has been designed to bring together and enhance the understanding and capacity of Indonesian scientists to undertake time-critical research in wildlife genetics with the aim of improving the conservation of our country’s protected species. Our goal is to formulate the first national consortium in order to strengthen wildlife genetics research.”
The British Embassy Jakarta is funding the event. British Deputy Ambassador to Indonesia, Mr Rob Fenn added, “As a mega-biodiversity country, wildlife DNA detection plays an important role for wildlife conservation and biodiversity in Indonesia. We hope that this seminar can encourage more parties to be involved in wildlife conservation activities in Indonesia and support law enforcement to put a stop to all illegal wildlife trade.”
Wednesday 19 December’s seminar is the first of three-days-activities on Wildlife Genetics Studies. On the second and third day, the seminar will continue with focus group discussions and training to develop a National Wildlife Genetics Consortium roadmap that increases coordination between multiple institutions and is capable of addressing the legal and illegal wildlife trade through supporting law enforcement actions and CITES monitoring.
###
DNA (deoxyribonucleic acid) is a type of biomolecule that stores and encodes the genetic instructions of each organism and many types of viruses. These genetic instructions play an important role in the growth, development and function of organisms and viruses.
BAHASA INDONESIA
Aplikasi Teknologi Berbasis DNA* sebagai Strategi Konservasi Satwa Liar untuk Memperkuat
Pencegahan Kejahatan terhadap Satwa Liar
Depok, 19 Desember 2018 - Universitas Indonesia dan Wildlife Conservation Society Indonesia (WCS Indonesia) dengan dukungan Kedutaan Inggris menyelenggarakan seminar nasional bertema Teknologi Genomik dan Forensik Molekular Satwa Liar pada hari Rabu, 19 Desember 2018 di The Margo Hotel, Depok. Seminar ini bertujuan untuk memperkuat riset terkait genetika satwa liar yang dapat mendukung aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus kejahatan terhadap satwa liar. Beberapa pembicara nasional dan internasional akan berbagi pengetahuan, pengalaman, serta informasi seputar penggunaan teknologi DNA sebagai strategi konservasi satwa liar kepada 150 peserta.
“Penanggulangan perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia memerlukan berbagai pendekatan baru, misalnya penggunaan teknologi terkini yakni forensik satwa liar berbasis DNA,” kata Abdul Haris, Dekan Fakultas MIPA Universitas Indonesia. “Penelitian melalui DNA satwa bisa didapatkan dari beberapa sumber seperti darah, rambut, kotoran, urin, tulang, dan juga air liur. Sampel-sampel yang dikumpulkan dari barang-barang sitaan maupun populasi satwa liar di alam.”
Di Indonesia, genetika satwa liar dapat digunakan untuk:
- Mengidentifikasi jenis satwa dari bagian tubuh satwa yang disita, seperti empedu, taring, cakar beruang, gading gajah, kuda laut, tulang, taring, dan cakar harimau yang sering disita di Bandar Soekarno Hatta;
- Mendapatkan data akurat jumlah satwa liar, seperti gajah sumatera di Taman Nasional Way Kambas yang menjadi tempat tinggal 10-17% dari populasi seluruh gajah sumatera dan saat ini mendapat ancaman terhadap keberlangsungan populasi karena perburuan terhadap gajah;
- Memastikan apakah satwa liar yang sulit teridentifikasi, seperti badak sumatera, masih tersisa di habitatnya dan tidak salah teridentifikasi sebagai spesies lain seperti tapir.
Lebih dari itu, teknik-teknik penggunaan analisis DNA ini sangat penting terhadap penegakan hukum terhadap perlindungan satwa liar di Indonesia. Analisis DNA dapat menyediakan data akurat terhadap pengaturan kuota untuk pemanfaatan satwa liar yang berkelanjutan di Indonesia (di bawah PP 8/ 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar) dan CITES. Selain itu, teknik DNA ini juga diharapkan dapat memperkuat penegakan hukum dengan memberi bukti tambahan yang memperberat tuntutan terhadap pelaku kejahatan, terutama pada kasus-kasus perdagangan satwa liar ilegal transnasional.
Analisis DNA juga memudahkan aparat penegak hukum untuk menelusuri asal satwa yang telah diperjualbelikan. Contohnya, gading gajah afrika yang disita di Singapura dan Hongkong ternyata berasal dari populasi gajah di Gabon dan Kongo-Brazaville. Setelah kesuksesan pemeriksaan benda-benda sitaan yang berasal dari satwa liar di Sumatra, pemeriksaan akan berlanjut ke Kalimantan, Jawa, dan pulau-pulau lain sehingga sangat penting untuk memastikan bahwa semua informasi genetik dari pemeriksaan barang sitaan tersebut dianalisis dan terdokumentasi dengan baik sebelum dimusnahkan oleh satgas gabungan antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dengan dukungan dari Wildlife Conservation Society (WCS).
Direktur WCS Indonesia, Noviar Andayani mengatakan, “Penelitian konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia masih sangat terbatas dan belum menjadi prioritas di lembaga-lembaga penelitian biologi molekuler. Seminar ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas ilmuwan Indonesia dalam melakukan penelitian genetika satwa liar dan memperbaiki pengelolaan konservasi spesies yang dilindungi secara nasional dan/ atau terdaftar di CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna & Flora) dan terbentuk konsorsium nasional untuk memperkuat riset terkait genetika satwa liar.”
Kedutaan Inggris mendanai rangkaian kegiatan tiga hari ini. Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Rob Fenn menambahkan, “Sebagai negara megabiodiversitas, pendeteksian menggunakan DNA satwa liar memegang peranan penting untuk konservasi satwa dan keanekaragaman hayati di Indonesia. Kami berharap seminar ini dapat menginspirasi lebih banyak pihak untuk terlibat dalam kegiatan konservasi satwa liar di Indonesia dan mendukung penegakan hukum terhadap kasus kejahatan dan perdagangan satwa liar.”
Seminar pada hari Rabu, 19 Desember ini merupakan rangkaian pertama dari kegiatan tiga hari mengenai Teknologi Genomik dan Forensik Molekular Satwa Liar. Pada hari kedua dan ketiga, seminar akan dilanjutkan dengan diskusi kelompok terarah (focus group discussion – FGD) dan lokakarya untuk membentuk konsorsium nasional yang terdiri atas berbagai pihak seperti pemerintah, akademisi, peneliti, dan mahasiswa, untuk meningkatkan koordinasi antar institusi dalam menyelesaikan isu-isu perdagangan satwa liar legal maupun ilegal melalui penegakan hukum dan pengawasan CITES.
###
*DNA (bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid), atau Asam deoksiribonukleat adalah sejenis biomolekul yang menyimpan dan menyandi instruksi-instruksi genetika setiap organisme dan banyak jenis virus. Instruksi-instruksi genetika ini berperan penting dalam pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi organisme dan virus.